ossi-Marquez memberi pelajaran besar bagi siapapun tentang makna dari kompetisi. Bahwa dalam kompetisi semua harus bekerja keras menjadi pemenang, tapi perlu dicatat bahwa ada hal diatas kemenangan yakni etika. Kemenangan akan kehilangan substansi ketika dicapai dengan cara menipu, mencuri, dan berbagai cara tak fair lainnya.
Para politisi sangat perlu meneladani model berkompetisi ala Rossi Marquez. Meskipun satu pembalap tua dan satu muda tapi mereka tak saling merusak, tapi justru saling membangun.
Politisi tua perlu belajar bagaimana menghargai politisi muda kepada sang pembalap tua Rossi (umur 35). Bahwa bisa jadi suatu saat akan dikalahkan oleh yang muda. Itu bukanlah kehinaan, tapi sebagai suatu resiko nyata dari suatu kompetisi. Bahwa yang muda bisa jadi punya energi yang lebih besar, punya daya kreativitas yang lebih tinggi, dan punya keberanian yang berlipat ganda.
Politisi muda juga perlu berguru kepada Marquez sebagai pembalap muda (umur 21) tentang bagaimana memenangkan kompetisi. Marquez yang berhasil menjadi juara dunia MOTO GP 2013 tetap memperlihatkan penghormatannya yang tinggi kepada rivalnya Rossi. Keunggulan besar Marquez saat ini, justru membuatnya semakin sering memberi sanjungan kepada Rossi, baik sebagai idola, maupun sebagai guru.
Politisi muda penting pula belajar tentang totalitas berjuang kepada Marquez. Dimana saat balapan di Qatar, ia belum sembuh total dari cedera patah kaki kanannya. Hal tersebut tak membuat Marquez untuk menjadi cengeng dan balapan seadanya karena klo toh tak juara, para komentator dan fans akan paham bahwa memang ia sedang cedera.
Marquez memperlihatkan kesejatiannya sebagai orang muda. Dimana muda bukan hanya pada umur, tapi darah dan jiwanya yang selalu mau menerima resiko apapun atas suatu kompetisi.
Pemilu merupakan pembaruan kontrak antara rakyat dan politisi. Pada pemilu lah ditentukan siapa yang kontraknya diperpanjang dan siapa yang dihentikan. Semua tergantung pada kinerja dan karya sang politisi.
Pemilu adalah kompetisi para politisi dan ruang bagi rakyat sebagai pemilik suara sah untuk memilih siapa yang paling layak masuk mengelola negara. Makanya yang terpilih haruslah yang memiliki kematangan jiwa. Yang memaknai bahwa kompetisi (pemilihan langsung) adalah cara terbaik yang dipilih bangsa ini untuk melahirkan pejuang yang akan diberi gaji dan fasilitas khusus agar total dalam mengelola dan membangun NKRI.
Menang dan kalah dalam kompetisi adalah hal yang niscaya adanya. Semua punya peluang untuk hal tersebut. Pihak yang menang, bisa jadi pernah ratusan kali kalah. Jadi kekalahan bisa dimaknai sebagai kemenangan yang tertunda. Maka tak perlu menganggap kekalahan sebagai kiamat. Yang paling utama adalah telah berjuang keras untuk menjadi pemenang dengan cara yang elegan.
Kita kembali belajar dari Rossi dan Marquez, berapa kali mereka jatuh dan patah dalam dunia balap motor yang digelutinya sejak kecil. Usaha keras, mental baja, dan etika jernih dalam berkompetisi akhirnya mengantarkan mereka menjadi juara dunia. Bahkan lebih jauh, mereka menjadi fenomenal dalam dunia kecepatan diatas kuda besi.
Marquez dan Rossi berhasil memberi kita keteladanan bahwa tua dan muda tak harus berkompetisi secara antagonis. Kompetisi tak elok jika diwarnai saling fitnah, saling mencaci satu sama lain. Pilihan paling suci dalam kompetisi adalah berkarya secara nyata. Rossi dan Marquez mempertontonkan kepada kita bahwa bagaimana pun keras dan ketatnya kompetisi MOTO GP untuk memilih pembalap terbaik dunia, mereka tetap saling menyapa, menyanjung dan saling menghidupkan.
Kebesaran jiwa dan nilai etik Rossi dan Marquez dalam berkompetisi membuat para fans mereka di seluruh dunia tak perlu saling menghujat, mencaci apalagi saling membunuh. Karena Rossi dan Marquez berhasil mengajarkan para fans mereka bahwa konsekuensi paling logis dari suatu kompetisi adalah ada yang menjadi pemenang dan ada yang kalah.
Untuk konteks 2014, hakekat kompetisi politik/ pemilu adalah menjaga dan membesarkan NKRI. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ramlan Surbakti (Memahami Ilmu Politik, 2010: 290) bahwa demokrasi memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan diantara individu , diantara individu dan kelompok, diantara berbagai kelompok, individu dan pemerintah, kelompok dan pemerintah, bahkan termasuk diantara lembaga-lembaga pemerintah. Tapi satu hal yang mendasar bahwa demokrasi hanya menolerir konflik yang tidak menghancurkan sistem.
Olehnya itu, apapun strategi dan taktik yang digunakan untuk menang dalam kompetisi, cara tersebut tak boleh membuat Soekarno, Hatta, Agus Salim, Natzir, dkk, menangis di alam sana karena melihat negara yang didirikannya menuju kehancuran.
***
Dosa orang tua menyengsarakan satu keluarga, dosa pengusaha menghancurkan satu perusahaan dan dosa politisi akan menghancurkan satu bangsa.
Maka janganlah berbuat dosa, WAHAI TUAN POLITISI……..
Semoga anda masuk dunia politik bukan untuk mengubur NKRI.
Maka tolak isu SARA ala penjajah dalam dunia politik Indonesia.
Salam.
Wujudkan Republik Manusia, tolak Republik Binatang.
0 komentar:
Posting Komentar